Selasa, 08 Juni 2010

Tolak kebijakan Subsidi untuk Para Politisi, Penguasa dan Pengusaha Lawan kebijakan Pencabutan Subdisi BBM, Gas dan TDL untuk rakyat

Sikap Politik

Pemerintahan SBY kembali menjalankan kebijakan politik yang blunder, menawarkan kepada anggota DPR anggaran sebesar 15 miliar untuk setiap Dapil. Ini adalah kebijakan untuk menyogok anggota DPR agar tidak lagi kritis terhadap pemerintah. Anehnya kebijakan ini juga diamini oleh anggota DPRRI, sebagian besar Fraksi di DPR menyatakan kegembiaraannya atas tawaran ini.

Kebijakan memberikan hak atas pengelolaan anggaran kepada anggota DPR meski hanya sebatas Dapil mereka, kebijakan ini terkesan mengada-ada, konyol dan aneh jika dikaitkan dengan sistem kenegaraan kita. Mengapa DPR tidak meningkatkan pengawasnnya terhadap kinerja eksekutif dalam melaksanakan program APBN yang direncanakan dan ditetapkan bersama dengan DPR. Sekali lagi ini aneh dan mengada-ada yang membuka peluang korupsi baru. Selain itu ini distorsi yang merusak cara berfikir konstitusional masyarakat. Ini suatu involusi hukum yang tidak berkualitas.

Pemerintah SBY memang menyenangi huru hara dan gara-gara lalu cuci tangan. Sebelumnya pemerintah telah membailout bank yang dirampok senilai 6,7 trilun secara secara bersama-sama oleh pemerintahan SBY-Boediono-Sri Mulyani dan beberapa orang politisi di senayan. Kasus ini pun hingga saat ini tidak jelas penanganannya dan todak pula jelas siapa yang bertanggung jawab. Sri Mulyani dilepas begitu saja dan melarikian diri ke Amerika Serikat. Boediono juga hingga saat ini masih melenggak-lenggok dan belum pernah diperiksa oleh penegak hukum. Demikian juga halnya SBY memperlihatkan lepas tangan terhadap kasus ini.

Selain itu pemerintahan memelihara korupsi oleh para pengusaha dengan membiarkan terjadi pengemplangan pajak ratusan triliun yang hingga saat ini juga belum jelas penganganannya. Presiden SBY kembali bersekutu dengan para pengemplang pajak melalui sekber Koalisi. Ini jelas Hipokrasi alias kemunafikan yang dipertontonkan SBY dan selkutu-sekutunya di hadapan rakyat.

Pemerintahan SBY juga semakin erat menjalin persekutuan dengan perusahaan-perusahaan asing dan lembaga keuangan multilateral. Setiap tahun pemerintah mengorbankan anggaran rakyat untuk membayar bunga hutang dan cicilan hutang pokok ratusan triliun ke Bank-Bank Internasional, seperti World Bank, Asian Developmnet Bank (ADB) dan negara-negara maju seperti AS, Uni Eropa dan Jepang. Besarnya subsidi yang ditolak untuk diberikan pemerintah kepada rakyat sebenarnya masih sangat kecil jika dibandingkan dengan dengan bunga hutang dan cicilan hutang pokok.

Apa yang dilakukan oleh pemerintahan SBY selam 5 tahun terakhir semakin jauh dari keadilan. Meskipun anggaran APBN kita yang jumlahnya lebih dari 1000 trilun dan mengalami peningkatan 2 kali lipat, akan tetapi pemerintah tidak mau berbagi sedikitpun dengan rakyat. Bahkan jika ada subsidi untuk rakyat mereka menyebutnya dengan beban bagi APBN, sementara stimulus fiskal untuk pengusaha, dana bailout untuk perbankkan disebut sebagai kewajiban bagi negara. Padahal rakyatlah yang paling banyak mengkontribusikan pajak terhadap pemerintah.

Sehingga rencana pencabutan subsidi BBM, Gas, Listrik tentu merupakan kebijakan yang sangat tidak adil. Kebijakan ini hanya akan memperkaya para pebisnis migas, mulai dari penguassa minyak dan gas di sektor hulu yang sebagian besar adalah perusahaan-perushaan asing, para pedagangan BBM seperti pertamina, PN Gas, dan pengusaha pemilik ritel BBM dan Gas. Kebalikannya kebijakan ini akan semakin memiskinkan rumah tangga miskin yang harus membayar energi dengan harga yang lebih mahal, usaha kecil dan pedagang kaki lima yang terpaksa harus membayar listrik, membeli minyak dan gas dengan harga yang lebih mahal dan pengusaha-pengusaha menengah nasional yang terpaksa harus menanggung biaya produksi yang semakin tinggi.

Ditengah gempuran perdagangan bebas yang marak dilakukan oleh pemerintah melalui FTA (free trade agreement) dengan negara-negara ASEAN, India, China dan Korea dll, kebijakan akan semakin menekan daya saing industri dalam negeri. Bagaimana tidak negara-negara lain seperti China, India menjual energi seperti listrik, gas jauh lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia. ini tentu meningkatkan daya saing perusahaan luar negeri dalam melakukan perdagangan di Indonesia.

Rencana menaikkan harga BBM, listrik, TDL dengan cara-cara manipulatif jelas mencederai rakyat yang tengah dihimpit kesulitan ekonomi. Kenaikan harga ketiga komponen energi tersebut akan berdampak luas terhadap kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok rakyat. Kebijakan ini juga akan menjadi alasan semakin meningkatnya biaya pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya. Mengingat ketiga komponen energi tersebut merupapak penentu dari biaya produksi barang dan jasa.

Rencana jahat pemerintah SBY bersama koalisi kaum tua di sekber partai koalisi dan sekutunya di DPR adalah kebijakan yang harus ditentang dan dilawan. Rakyat tidak boleh membiarkan pemerintahan yang berkaki lempung tetapi ponggah ini terus berkuasa. Rakyat tidak dapat membiarkan pemerintah yang bingung, tuli, buta duduk nyaman diatas singgasana kekuasaan. Membiarkan pemerintah ini terus berkuasa sama saja dengan membirkan kejahatan merajalela, sama dengan membiarkan negara amburuk, sama dengan membiarkan tetangga, keluarga dan kawan-kawan kita semakin banyak yang miskin, kehilangan pekerjaan dan kelaparan.

Maka saatnya pemuda Indonesia sebagaimana takdir sejarahnya untuk segera menyingsingkan lengan baju, meneriakkan yel-yel perlawanan, melakukan aksi-aksi yang lebih menentukan dalam menjatuhkan rezim ini dan mengambil alih kepemimpinan nasional. Pemuda Indonesia memiliki kesanggupan sekarang karena kaum tua sudah khinat, menjadi agen nekolim dalam melakukan penindasan terhadap rakyat. Pemuda Indonesia memiliki tugas suci menyelematkan Sumpah Pemuda, cita-cita Proklamasi dan amanat UUD 1945. Sekarang ! sebelum bangsa dan negara ini hancur !!!

Bubarkan Sekber Koalisi Jahat Kaum Tua
SBY – Bodiono Mundur
Kembali Kepada Sumpah Pemuda, Cita-cita Proklamasi, amanat UUD 1945

Jakarta, 9 Juni 2010

PETISI 28