Kamis, 06 Mei 2010

Agen Nekolim SBY-Boediono Mundur !!! BANK DUNIA MUNDUR DARI INDONESIA SEKARANG!!!

SBY menyatakan masih menunggu permintaan resmi dari Direktur World Bank sebelum menerima pengunduran diri Sri Mulyani.


Makna yang terkandung dibalik statemen SBY adalah bahwa World Bank (Bank Dunia) mengatur secara penuh apa yang harus dilakukan Presiden Republik Indonesia dan presiden SBY tampaknya akan menuruti keinginan lembaga keuangan multilateral tersebut sekaligus sebagai strategi untuk menyelamatkan Sri Mulyani dari jeratan hukum atas keterlibatannya dalam kasus korupsi Bank Century.
Sosok Sri Mulyani memang pribadi yang selama ini menjadi agen utama lembaga keuangan multilateral, baik Bank Dunia, IMF, ADB. Ketiga lembaga keuangan tersebut merupakan pemberi utang terbesar bagi Indonesia. Akibat dari kebijakan ketiga lembaga keuangan iinternasional tersebut menyebabkan Indonesia masuk dalam jajaran negara miskin dengan dengan jumlah hutang terbesar di dunia.
Sri Mulyani telah menjadi agen IMF sejak 2002 dengan menjabat direktur IMF untuk kawasan Asia Fasifik. Hingga tahun 2008 yang bersangkutan masih berperan penting bagi lembaga tersebut dengan posisi anggota komite reformasi internal. Selama itu Sri Mulyani telah menunjukkan kesuksesannya dalam menjalankan kebijakan liberalisasi, deregulasi dan privatisasi sebagaimana yang diinginkan oleh IMF. Itulah yang menyebabkan Sri Mulyani kemudian menjadi salah satu orang yang dipromosikan untuk menduduki jabatan-jabatan strategis dalam pemerintahan indonesia oleh kekuatan modal multinasional tersebut.
Pemerintahan SBY adalah pemerintahan yang sangat pro pada kepentingan modal multinasional. Hal ini ditunjukkan oleh kebijakan memberikan jabatan-jabatan menteri yang paling strategis seperti perencanaan pembangunan, keuangan perbankkan kepada orang-orang yang memiliki hubungan baik, loyalitas kepada lembaga keuangan multinasional. Hal itulah yang menjadi alasan menunjuk Sri Mulyani pada jabatan paling strategis dalam kabinet SBY.
Selama menjadi menteri dimasa pemerintahan SBY, Sri Mulyani menunjukkan keberhasilannya dalam menjalankan proyek-proyek utang luar negeri khususnya dari Bank Dunia. Selama menjabat sebagai menteri keuangan Sri Mulyani adalah aktor utama dibalik lahirnya berbagai UU nekolim di bidang investasi, perdagangan dan keuangan yang memang dibiayai oleh utang luar negeri dari World Bank.
Dengan bermodalkan utang luar negeri dari World Bank, Sri Mulyani berhasil memanipulasi berbagai bantuan World Bank dalam rangka pemenangan pemilu SBY pada pemilu 2009 lalu. Utang luar negeri Bank Dunia yang disalurkan dalam bentuk cash transfer, raskin, PNPM mandiri, jamkesmas dll, sebagai kebijakan money politik yang luas dalam proses pemilu yang kemudian dimenangkan oleh SBY. Dalam situs website Bank Dunia, tergambarkan bahwa dari tahun 2004 hingga 2009 bank dunia membiayai sedikitnya 82 proyek utang senilai kira-kira 8,5 miliar USD dalam rangka termasuk didalamnya program BLT, PNPM mandiri, raskin, selain prioritaslembaga tersebut membiayai pembuatan peraturan perundang-undangan dan infrastruktur Investasi luar negeri. Umumya program bantuan luar negteri untuk jaring pengaman social semacam itu adalah hutang dengan bunga tinggi. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa waktu lalu memperkuat analisis tentang peran lembaga keuangan multinasional tersebut dalam pemangan SBY dalam pemilu 2009. Kontribusinya yang besar dalam mempertahankan dan memenangkan SBY menjadikannya dipilih kembali sebagai menteri keuangan SBY.
Jasa besar Sri Mulyani dalam mengkontribusikan uang besar bagi pemenangan SBY tidak hanya terkait kepiawaiannya dalam menggunakan bantuan Bank Dunia dalam meningkatkan popularitas SBY tetapi juga berhasi menggolak kebijakan bailout bank century yang juga diduga digunakan sebagai sumber keuangan oleh SBY dalam rangka membiayai pemenangan pemilu 2009. Meskipun akibat kebijakan tersebut Sri Mulyani dinyatakan oleh DPR terlibat dalam skandal korupsi Bank Century dan harus diadili secara hukum.
Kebijakan Bank Dunia menunjuk Sri Mulyani sebagai salah satu managing director Bank Dunia bersama dua direktur lainnya dari Nigeria dan Newzealand, tampaknya memang menunjukkan karakter utama dari cara beroperasinya Bank Dunia selama ini. Tidak diragukan bahwa Bank Dunia sepanjang sejarahnya terlibat dalam berbagai skandal politik, demokarasi dan pembiaran korupsi di negara-negara miskin yang menjadi donornya.
Bank Dunia terlibat dalam agresi militer ke Indonesia tahun 1947 dengan memberi pinjaman kepada Belanda sebesar 195 juta US$, mendukung kudeta di Indonesia tahun 1966 dengan pinjaman 8,2 juta US$, medukung peroses penumbangan pemerintahan secara inkonstitusional di belahan dunia lainnya. Dengan cara itu Bank Dunia berhasil menempatkan negara-negara miskin sebagai nasabah utama mereka yang terus berhutang kepada Bank Dunia sepanjang sejarahnya. Bank Dunia juga terbukti melakukan pembiaran terhadap korupsi utang luar negeri yang dilakukan Soeharto selama 32 tahun memerintah Indonesia yang dilaporkan oleh transparansi Indonesia jumlahnya berkisar antara 15 – 35 miliar US$.
Sehingga bukan suatu hal yang aneh jika Sri Mulyani diminta oleh Bank Dunia untuk menjadi salah satu pengambil kebijakan penting di Bank tersebut. Selain Sri Mulyani seoarang loyalis, posisi Indonesia dalam peta pertarungan global yaitu antara China berhadapan dengan triad imperialis yaitu AS, Jepang dan EU sebagai pemegang saham terbesar Bank Dunia, menyebabkan Bank Dunia membutuhkan akses politik Sri Mulyani dalam mengintervensi kebijakan perdagangan Indonesia. Selain untuk menyelamatkan Sri Mulyani dari jeratan hukum dengan cara menariknya ke Washington.
Penarikan Sri Mulyani sebagai managing director World Bank menjadi ancaman besar bagi rakyat Indonesia, pengetahuan Sri Mulayani terhadap situasi ekonomi politik indonesia dan akses Sri Mulyani yang besar terhadap pemerintahan SBY akan menjadi dasar kebijakan Bank Dunia dalam menjalankan ekonomi politik NEKOLIM di Indonesia.
Atas dasar hal tersebut kami mendesak :
1. Agen Nekolim SBY-Boediono-Sri Mulyani mudur atas tindakan subversi terhadap UUD 1945 dan skandal korupsi dana bailout Bank Century.
2. Pemerintahan SBY untuk segera menghentikan kebijakan ekonomi politik nekolim seperti liberalisasi investasi, perdagangan bebas, pivatisasi dan deregulasi keuangan yang disponsori oleh Bank Bunia yang telah terbukti menyengsarakan rakyat.
3. Menyerukan kepada pemerintah dan parlemen agar menjalankan ekonomi Indonesia diatas dasar konstitusi yaitu pancasila dan UUD 1945 terutama pasal 33 ayat 1, 2 dan 3.
4. Bank Dunia untuk segera mundur dari Indonesia dan menghapuskan seluruh utang luar negeri Indonesia yang sesunguhnya telah lunas terbayarkan lewat bunga selama 40 tahun lebih.
Demikian pernyataan ini kami buat, atas perhatian dan kerjasamanya disampaikan banyak terimakasih.

Jakarta, 6 Mei 2009

Petisi 28

Rabu, 05 Mei 2010

Rakyat Tidak Boleh Kalah Melawan Koruptor !! Cekal Sri Mulyani dan Adili SEGERA !!

Pernyataan Sikap Berkaitan dengan Intervensi Bank Dunia terhadap proses hukum Sri Mulyani dan Boediono



Kini, setelah merusak kehidupan ekonomi sosial rakyat Indonesia, Sri Mulyani kembali mengabdi pada pangkuan tuan majikannya yakni Bank Dunia. Pengangkatan Sri Mulyani Indrawati sebagai Managing Direktur Bank Dunia adalah upaya Bank Dunia melakukan intervensi politik-hukum terhadap kedaulatan hukum bangsa Indonesia. Intervensi hukum-politik yang dilakukan Bank Dunia adalah bagian dari upaya penyelamatan dan perlindungan terhadap kader-kader Neoliberal yakni Sri Mulyani dan Boediono dari jeratan hukum. Bank Dunia sebagai lembaga donor dunia secara arogan dan sewenang-wenang tidak menghargai proses hukum yang sedang berlangsung. Kondisi ini memperlihatkan Pemerintahan SBY lemah dan tunduk terhadap perintah-perintah kaum majikannya yakni Bank Dunia. Padahal keberadaan Bank Dunia bagi negara berkembang khususnya Indonesia justru membebani dan telah ikut andil dalam menghancurkan sendi-sendi kehidupan ekonomi-sosial rakyat Indonesia.

Perlakuan khusus yang diberikan aparat penegak hukum kepada Sri Mulyani dan Boediono merupakan preseden buruk bagi penegakkan hukum. Aparat penegak hukum yang memiliki independensi dari kepentingan kelompok justru tunduk dan patuh terhadap kekuatan modal asing, bukti ini merupakan pertanda bahwa penegakan hukum yang memiliki asas keadilan akan semakin menjauh dari harapan rakyat.

Jalan mulus untuk mengubur penuntasan skandal bank century sudah didepan mata. Mundurnya Sri Mulyani sebagai Menkeu secara resmi diterima oleh Presiden SBY, praktis proses penegakkan hukum terhadap kejahatannya akan terhenti. Praktis jika aparat hukum tidak ada langkah-langkah nyata terhadap upaya larinya Sri Mulyani dari tanggungjawab hukum akan memperburuk citra sebagai pemerintahan yang bersih dari korupsi.

Langkah-langkah nyata aparat penegak hukum adalah dengan mendorong seluruh instansi terkait untuk melakukan PENCEKALAN terhadap Sri Mulyani. Pencekalan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan Sri Mulyani mempertanggungjawabkan kebijakannya di depan hukum sampai selesai. Untuk itulah kami dari Petisi 28 menuntut :
1. Mendesak aparat penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan, Kepolisian untuk melakukan PENCEKALAN terhadap Sri Mulyani sampai proses hukum terhadap skandal century selesai.
2. Mendesak KPK untuk segera Menangkap Sri Mulyani dan Boediono sebagai dalang skandal korupsi bank century
3. Mendesak kepada Bank Dunia untuk tidak melakukan intervensi terhadap proses hukum yang dihadapi Sri Mulyani dan Boediono.
4. Menyerukan kepada seluruh rakyat indonesia untuk terus bergerak dalam usaha-usaha pembersihan pemerintah dari kejahatan korupsi dan intervensi NEKOLIM.

Jakarta, 6 Mei 2010

MAHKUMJAKPOL: DAUR ULANG ORDE BARU

Oleh : Boni Hargens
Pengamat Politik Ul/Anggota Petisi 28

Forum Koordinasi dan Konsultasi Penegak Hukum (Mahkumjakpol) yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama pimpinan Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Aguang dan Polri pada Selasa (4/5) kemarin, mengingatkan kita pada Mahkejapol-nya Soeharto masa Orde Baru dulu.

Apakah Mahkumjakpol ini akan efektif memberantas mafia hukum, pelaku korupsi, makelar kasus, dan berbagai bentuk mafia lainnya di ranah sosial, hokum, politik, dan ekonomi? Dulu Soeharto, melalui Mahkejapol, ingin mengendalikan upaya penegakan hukum dari satu titik, yakni Presiden. Hasilnya, penegakan hukum adalah urusan "musyawarah". Kali ini, SBY ingin mendaur poia yang sama, dan boleh jadi, semua urusan hukum pun bakal dapat dimusyawarahkan.

Dalam pernyataannya, Presiden SBY menegaskan pentingnya politisi tidak memasuki ranah hukum alias tidak melakukan intervensi. Saya membaca dua makna berlawanan di balik pernyataan tersebut.

Pertama, Presiden ingin membantah tuduhan intervensi politik di balik pengusutan skandal Century dan dalam kasus lain seperti Misbakhun, Gayus, Anggoro-Anggodo, Susno Duadji, dll.

Kedua, pernyataan Presiden justru memuat kontraproduksi. Pemegang kekuasaan tertinggi dalam struktur politik, entah kepaia daerah atau kepala negara, adalah pihak yang paling mampu melakukan intervensi politik, Mereka memiliki fasilftas dan kevvenangan untuk melakukan intervensi. Di daerah, kepolisian, kejaksaan, dan birokrasi seringkali mudah berkonspirasi dengan kepala daerah. Di tingkat nasional juga, birokrasi, aparat kepolisian, dan kejaksaan adalah alat hukum yang bisa diintervensi oleh presiden karena lembaga-lembaga tersebut berada di bawah kewenangan Presiden.

Jadi, himbauan presiden soal intervensi politik terhadap kasus hukum itu justru dialamatkan pada diri pemerintah sendiri. Dan pernyataan itu harus dibuktikan dalam pengusutan skandal Century,




Setidaknya Presiden tak lagi memberikan pembelaan dan periindungan terhadap Boediono dan Sri Mulyani Indrawati seperti terungkap dalam pidato Presiden tanggal 5 Maret 2010 yang menanggapi hasil paripurna DPR Rl mengenai Skandal Century.

Pemerintah Pandai Berwacana

Dalam pidatonya juga, Presiden secara tidak langsung mengkritik para pengamat dan analis. "Di sini bedanya pemerintah dengan Saudara sebagai penegak hukum, dibanding pengamat, analis dan pengawas yang juga sering cerdas, sering tepat, seharusnya begini, seharusnya begitu. Betul semua, tetapi berhenti di situ. Tetapi kita harus benar-benar menjalankan dan meiaksanakan itu, ujar Presiden (Kompas, 5/5).

Tersirat di sini, Presiden peduli dengan kritik para pengamat dan mengharapkan pemerintah bekerja lebih banyak dari berbicara, bukan sebaliknya seperti yang biasa terjadi dengan para pengamat.

Presiden lupa, bahwa justru pemerintah yang banyak berwacana dan bergagasan, tetapi pemerintah pulalah yang seringkali alpa mewujudkan omongannya. Itu yang terjadi dengan kesediaan presiden dulu untuk mengambil alih tanggungjawab atas masalah Century, Sampai sekarang, itu hanya omongan. Sekarang Boediono juga mau bertanggungjawab, bahkan di dunia dan di akhirat, katanya. Tetapi omongan butuh pembuktian. Itu yang kita tunggu dengan pemeriksaan oleh KPK dan pengawasan oleh Tim Monitoring DPR.

Akankah Skandal Century berakhir dengan mernenuhi rasa keadiian pubiik ataukah mengecewakan karena kental nuansa politis? Pilihan terbaik akan diperoleh jika pemerintah tidak sekedar berwacana tentang pemerintahan bersih, tidak sekedar berwacana tentang anti-intervensi, dan tidak sekedar bermusyawarah dalam menegakkan hukum, tetapi betul-betul ingin melakukan reformasi dari dalam.

Sebab kalau tidak, apa bedanya pemerintahan SBV dan pemerintahan Soeharto yang ahli bermusyawarah tetapi krisis pelaksanaan? ***

Doekoen Coffee, 5 Mel 2010